قالب جي ام | GM Demo

قالب جي ام gm template هو قالب عربي متعدد الاستخدام بخواص جديدة تم تصميمة وفقا للمعاير القياسية المستخدمة في الاكواد

Menggunakan Media Sosial Sebagai Pesan Perdamaian

Menggunakan Media Sosial Sebagai Pesan Perdamaian – Di sedang konflik global, tanggung jawab pemuka agama untuk perdamaian memainkan peran penting. Beberapa pakar agama berasal dari Asia bekerja dengan di Bonn dan Berlin, menyebarkan pesan perdamaian.

Awal Juli, di Bonn, Jerman, seorang biksu dan pakar Muslim berasal dari Myanmar kelihatan duduk dengan melacak solusi untuk melawan hoaks, berita palsu dan ujaran kebencian. Di negara mereka sendiri, sepanjang sebagian tahun, kebencian antar agama dan konflik memakan korban jiwa. Momen ini adalah bagian berasal dari Program Agama dan Media yang diselenggarakan oleh Deutsche Welle Akademie, berasal dari tanggal 1-5 Juli 2019 di Bonn dan Berlin, dan di dukung oleh Kementerian Luar Negeri Jerman.

Menggunakan Media Sosial Sebagai Pesan Perdamaian

Kepala Departemen Agama dan Kebijakan Luar Negeri Jerman, Volker Berresheim mengatakan, Jerman menginginkan menaikkan kerja sama dengan orang-orang berasal dari beragam latar belakang agama yang bekerja dengan isu-isu internasional, untuk mempunyai pesan perdamaian. “Khususnya, mengenai dengan konflik, kita melacak solusi untuk perdamaian, memberikan kedamaian dalam suasana yang berbeda. Kami menginginkan bekerja sama dengan mereka dalam jalankan perihal  ini, di dunia sekarang ini, di mana peran tokoh agama dalam mengatasi fasilitas menjadi terlalu penting. Jadi kita harap mereka termasuk sanggup gunakan fasilitas dengan lebih baik, terlebih bagi orang-orang, yang punya mandat spiritual, dan punya ambisi untuk bekerja sesuai perannya untuk melacak solusi konflik,” ujar Berresheim. judi bola

Media sosial sebagai ‘senjata’

Beberapa pakar spiritual berasal dari Myanmar, termasuk gunakan fasilitas sosial dalam hadapi hoaks, berita palsu dan ujaran kebencian. Meera Lwin Mar Oo, yang berlatar belakang agama Hindu, bagian Agama untuk Perdamaian Myanmar dan perwakilan muda berasal dari Jaringan Pemuda Antaragama Myanmar mengatakan, dikarenakan konflik di negaranya baru-baru ini banyak dipicu oleh fasilitas sosial, organisasinya gunakan fasilitas sosial sebagai ‘senjata’ ampuh  untuk mengatasi hate speech. “Facebook adalah keliru satu alat fasilitas sosial terkuat di Myanmar. Orang-orang terbujuk oleh FB. Kapan saja pengguna lihat suatu hal yang viral, mereka membagikannya dan menjadi populer. Jadi saya pikir, kampanye fasilitas di Facebook dengan pesan perdamaian sanggup menjadi ide yang potensial dan mesti didistribusikan.” sbobet

Peserta lain berasal dari lokakarya ini, Thet Lwin Ibraheem, yang punya latar belakang Muslim dan bekerja untuk Sekolah Diplomatik Yangon setuju dengan Mar Ooo bahwa fasilitas sosial sebabkan banyak masalah dan disalahgunakan. Dia mengatakan, banyak orang di negaranya mengunggah dan memposting banyak informasi yang mengarah terhadap konflik. Pusat Islam di Myanmar coba menunjukkan apakah postingan itu palsu atau salah. “Setelah itu kita membangun dialog antaragama di pada para pemimpin agama di Myanmar, menjadi kita membangun jembatan supaya mereka sanggup saling memahami. Kami membangun termasuk kontra narasi untuk memberikan citra positif berasal dari masing-masing agama.” https://www.mrchensjackson.com/

Masih menjadi tantangan

Di segi lain, Ven Manita, sekretaris dua Yayasan Sekolah Dhamma di Myanmar, mengatakan tantangan dalam mengelola konflik dengan gunakan kapabilitas fasilitas sosial di negaranya masih mengalami banyak tantangan. Sensor masih dijalankan oleh militer. Dia mengatakan, pemerintah sipil berusaha merampungkan konflik, tapi pemerintah militer masih punya kapabilitas untuk membatasi usaha mereka.

Di bawah suasana ini, Yayasan Sekolah Dhamma coba merampungkan konflik melalui pendidikan, supaya generasi muda diinginkan tahu pentingnya toleransi sejak awal. “Kami coba memasukkan pendidikan perdamaian ke dalam kurikulum mereka. Jika kita mengajari mereka pendidikan perdamaian, mereka sanggup lihat bahwa tiap tiap manusia adalah manusia, tidak ada lagi diskriminasi.”

Mengemban tanggung jawab bersama

Dalam Lokakarya Agama dan Media yang diselenggarakan oleh Deutsche Welle Akademie, para pakar itu mengulas mengenai apa tanggung jawab komunitas dan organisasi keagamaan dalam menyebarkan pesan perdamaian. Mereka termasuk studi gunakan fasilitas secara khusus untuk pekerjaan mereka dalam menyebarkan pesan perdamaian.

Tidak cuma berasal dari Myanmar, Lokakarya Agama dan Media ini termasuk dihadiri oleh banyak perwakilan organisasi keagamaan berasal dari Asia. Misalnya, Aleyamma Thomas, perempuan pertama yang terpilih sebagai wakil presiden Dewan Nasional Gereja-Gereja di India (NCCI), Amporn Mardden, seorang dosen Studi Budaya di Universitas Walailak, Thailand, Suphatmet Yunyasit, seorang dosen di Institut Hak Asasi Manusia dan Studi Perdamaian, Universitas Mahidol di Thailand, Jocelyn Hinojales Aquiatan, yang sudah bekerja sepanjang 20 th. untuk hak-hak masyarakat tradisi dan minoritas di Mindanao, Filipina, Ronald Rone Samdder, seorang Katolik dan koordinator fasilitas di NCC Bangladesh, Zaleha Kamaruddin, pakar kesetaraan untuk hak keluarga dan lebih berasal dari 30 th. bekerja sebagai dosen di International Islamic University Malaysia, dan termasuk Hermen Privaraj Shrastri, sekretaris jenderal Dewan Gereja-gereja Malaysia (CCM).

Profesor Datuk Seri Zaleha Kamaruddin, berasal dari International Islamic University Malaysia (IIUM) mengatakan, di negaranya, Malaysia, jaman globalisasi sebabkan ada gelombang perubahan. “Jika orang tidak puas dengan pemerintah, mereka pergi ke jalan, untuk protes. Ini terjadi sekarang terhadap generasi muda dan mereka gunakan fasilitas sosial untuk menyebarkan pernyataan atau opini. Inilah mengapa ulama gunakan ‘tabbayun’ untuk menyaring berita apa pun. Mereka mesti mempertimbangkannya, apakah itu ‘fitnah’, berita palsu, atau tidak? Apa pun yang generasi muda menginginkan jalankan sesuatu, mereka mesti menjaga stabilitas. Kami berkata dengan mereka mengenai spiritualisme. Kami menginginkan mempertahankan harmonisasi dengan agama-agama lain.” Dalam program DW Akademie ini, ia membagikan pengalaman di Malaysia berikut terhadap peserta lain.

Salah satu peserta berasal dari Indonesia, Ketua Umum Human Illumination dan pendukung Inisiatif Rukun, Ryza Fardiansyah mengatakan, Indonesia sudah melewati suasana susah sepanjang pemilihan lokal terakhir dan pemilihan presiden dan pemilihan selanjutnya terhadap th. 2024. Orang-orang terpolarisasi berdasarkan identitas politik dan masalah agama, di mana fasilitas sosial sudah digunakan untuk dogmatisasi. Menurutnya, banyak orang dengan mudah percaya berita palsu sebagai suatu hal yang ‘nyata’. Bagi Ryza, ini adalah tantangan yang tidak mudah.

Menyebar nilai universal untuk perdamaian

Ryza menyebutkan, program Agama dan Media berasal dari DW Akademie memberinya pengetahuan baru mengenai bagaimana fasilitas sosial sanggup digunakan dalam menyebarkan nilai-nilai universal berasal dari masing-masing agama dan berperan dalam menghindar konflik sosial. ”Bagi saya sebagai delegasi berasal dari Indonesia, program ini terlalu bermanfaat, terlebih mengenai bagaimana fenomena fasilitas sosial belakangan ini menjadi fasilitas yang terlalu efisien untuk merubah perspektif masyarakat dan punya efek besar terhadap suasana sosial dan politik sebagian th. terakhir di Indonesia.

Ryza pun menambahkan, faktanya, generasi muda Indonesia yang merupakan pengguna aktif sarana sosial sudah menjadikan sosial sarana sebagai petunjuk informasi utama. “Sehingga menurut saya bagaimana cara pandang kita terhadap sosial sarana pilih bagaimana sikap kita terhadap sosial sarana baik sebagai pengguna yang mengolah konten atau sebagai pembaca. Lokakarya ini memberikan saya strategi bagaimana mengelola sarana sosial dengan baik supaya sosial sarana bisa dijadikan sebagai layanan yang efektif untuk menyebarkan nilai-nilai pluralisme dan terlebih Pancasila sebagai ideologi dan cara hidup bangsa Indonesia.”

Program Agama dan Media, yang diadakan  oleh DW Akademie dan didukung oleh Kantor Luar Negeri Jerman ini termasuk tentang dengan pertemuan dunia kesepuluh “Agama untuk Perdamaian” di Lindau, Jerman. Dari tanggal 20 sampai 23 Agustus, 2019, kota di Jerman selatan itu dapat menjadi tuan tempat tinggal pertemuan terpenting para wakil agama terkemuka di dunia th. ini. Penyelenggara berharap 900 peserta dari 17 agama dan lebih dari 100 negara dapat turut serta di dalam acara ini.

Phillip Soto

Back to top